SAFAR (Bepergian) Ditinjau dari Perspektif Imam Ghazali

  Dalam Karya Agungnya Ihya'Ulumuddin

Sebagai seorang manusia yang hidup di dunia, kita tidak mungkin akan selamanya terkungkung dalam satu tempat yang kita huni. Kita akan selalu mencari tempat yang aman dan lebih nyaman bagi diri kita dengan berbagai macam alasan dan berbagai macam tujuan pula. Maka dari itu kita sering melakukan Safar (perjalanan), baik perjalanan panjang maupun perjalanan pendek, ataupun migrasi ke daerah lain. Namun seringkali kita lalai ataupun melupakan diri, bahwa hakikat dari perjalanan kita itu untuk apa? Niyat kita melakukan safar itu untuk apa? Karena “Niyyatul Mu'min Khoirun Min 'Amalin”, jadi memang tujuan itu penting. Yang paling sederhana yaitu keberadaan kita di Ponpes Nurul Ummah, sudahkah kita menata niat dan tujuan kita dengan baik?

Dalam kiab Ihya' Ulumuddin, dengan jelas dikatakan bahwa seharusnya kita melakukan Safar dengan salah satu empat tujuan. Pertama, kita Safar karena dalam rangka mencari ilmu. Kedua, kita melakukan Safar dalam rangka Ibadah kepada Allah baik Hajji maupun Jihad fii sabilillah. Ketiga, kita melakukan Safar karena demi menyelamatkan agama Islam sebagaimana perjalanan para Nabi dan Rasul. Keempat, kita melakukan Safar karena menghindari dari penyakit yang terjangkit didarah yang kita huni.
Walhasil, kita yang berada di Ponpes Nurul Ummah dengan tujuan mencari ilmu itu termasuk dalam bagian Safar yang pertama. Sehingga apapun yang kita lakukan disini semata-mata dalam rangka menghidup-hidupi syariat Islam, dan juga dalam rangka menghilangkan kebodohan.

Beliau Ust. Syamsul Anam pun sempat mengingatkan pada kita untuk selalu mengingat Allah, kapanpun dan dimanapun kita berada. Sebagaimana yang sering dilakukan oleh para Auliya' dengan jargonnya, “Rame Ing Sepi, Sepi Ing Rame”. Contoh aplikasinya, kita melakukan ibadah, bermunajat dan bertaqorrub kepada Allah pada saat orang lain tertidur pulas, (Rame Ing Sepi). Kemudian (Sepi Ing Rame), dicontohkan seseorang yang selalu dzikir sirri walaupun berada ditempat ramai seperti pasar. Artinya apapun keadaan kita, kapanpn, dan dimanapun kita haru selalu mengingat Allah dan kita melakukan sesuatu karena Allah bukan karena Makhluk. Jargon seperti ini sangat penting untuk kita para santri Nurul Ummah untuk berusaha dan mencoba mengaplikasikannya.

Ada pertanyaan yang menarik dari beliau, yaitu bagaimana dengan seorang manusia yang beribadah kepada Allah dengan tujuan mengharap Surga, padahal surga adalah makhluk. Apakah seorang itu dapat dihukumi musyrik karena melakukan ibadah dengan sandaran makhluk? Kita cari tau jawabannya dengan mulai mengintropeksi diri kita, apakah ibadah kita kepada Allah masih demikian adanya? Karena memang tingkat keimanan seseorang berbeda-beda, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman hidup masing-masing individu. (Kfc/red).

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger