OPINI - Sang Pemimpin


Sang Pemimpin”
Oleh: Muhammad Alim Kahfi

Nabi SAW. Bersabda:
Barang siapa memilih seorang pemimpin padahal ia tahu ada orang lain yang lebih pantas untuk dijadikan pemimpin dan lebih faham terhadap Kitab Allah dan sunnah Rossul-Nya, maka ia telah menghianati Allah, Rasul-Nya dan semua orang yag beriman.” (HR. Atthabrani)

Seorang pemimpin adalah sebuah tonggak dalam struktural kepengurusan. Seorang pemimpin juga sebagai lokomotif gerbong jalanya kegiatan dalam suatu kelompok. Mau dibawa kemana sistem serta arah gerak sebuah kelompok akan ditentukan oleh seorang pemimpin. Tidak mudah untuk menduduki gelar pemimpin, karena pemimpin mempunyai beberapa persyaratan yang harus dimiliki, Imam Mawardi mengungkapkan tujuh syarat yang sangat populer untuk menjadi imam atau pemimpin.

Pertama, Ia memiliki sifat yang adil secara muthlaq. Adil tidak harus sama, adil disini bisa membagi sesuatu sesuai dengan proporsinya masing-masing. Keadilan disini bisa kita lihat perangai sosok pemimpin dalam keseharianya.

Kedua, memiliki ilmu pengetahuan yang bisa mendukung pada ijtihadnya, sehingga ia bisa memutuskan sesuatu secara benar dan tepat. Kita bisa mengetahui dari kapasitas serta kapabilitasnya dalam masalah keagamaan dan intelektual, minimal mempunyai pengalaman kepemimpinan.

Ketiga, tidak cacat pendengaran, pengelihatan dan lisan, sehingga ia bisa menerima informasi dengan baik dan benar serta mampu melakukan komunikasai dengan siapa saja.

Keempat, tidak cacat anggota badan, sehingga dapat mempengaruhi citra dan kewibawaanya sebagai seorang pemimpin.

Kelima, memiliki visa untuk kesejahteraan bersama. Dalam artian lihai dalam management keuangan.

Keenam, memiliki keberanian dan ketegasan dalam memberikan putusan, sehingga ia disegani oleh lawan dan kawan.

Ketujuh, memiliki keturunan pemimpin. Namun syarat yang ketujuh ini gugur dengan melihat realitas yang ada sekarang ini, yakni dari orang biasa dapat menjadi pemimpin.

Beberapa syarat yang telah dikemukakan oleh Imam Mawardi diatas nyatalah betapa berat dalam mengemban tugas sebagai ”Sang Pemimpin” sejati. Terlebih lagi di era sekarang ini, dengan mengaca pada kancah perpolitikan bumi kita pertiwi yang kurang sehat sistem dan caranya, semuanya itu dilakukan hanya untuk mendapatkan gelar pemimpin, bahkan sampai rela menghalalkan segala cara.

Kita dapat mengambil ibrah kasus pergantian kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq, yang diestafetkan kepada Umar bin Khattab. Mendengar rencana sang Kholifah, mula-mula Umar menolaknya, ia tetap bersikukuh untuk tidak dijadikan pengganti sang kholifah dengan berbagai macam alasan diantaranya dengan alasan masih banyak orang yang adil dan amanah selain dirinya, tapi sang Kholifah pun tidak kalah mempertahankan pendiriannya, bahwa hanya Umar lah yang pantas dijadikan penggantinya, namun Umar masih tetap berusaha menolak keinginan Kholifah, bahkan hingga menangis. Sampai akhirnya sang Kholifah berkata dengan kebijasanaanya.
“ Wahai Umar, dalam urusan kekuasaan ini ada dua orang yang celaka. Pertama, orang yang berambisi menjadi penguasa padahal dia tahu bahwa ada orang lain yang lebih pantas dan lebih mampu dari pada dirinya. Kedua, orang yang menolak ketika diminta dan dipilih, padahal dia tahu dirinyalah yang lebih pantas dan paling mampu. Dia menolak semata-mata karena lari dari tanggung jawab dan enggan berkhidmah kepada umat.
”Wahai Abu Bakar, demi persahabatan dan kecintaanku kepadamu, jauhkanlah aku dari beratnya hisab di hari kiamat kelak”.
“Kau lupa Umar, Imam yang adil kelak akan dipayungi Allah di hari tiada payung, kecuali payung-Nya.”
Akankah Pondok Pesantren Nurul Ummah kita tercinta akan mendapat ”sang pemimpin” seperti Abu bakar dengan kebijaksanaannya, ataukah sosok seperti Umar dengan kerendahan hatinya serta kehati-hatian dalam mengemban amanah. Jawabannya ada pada seluruh santri yang memiliki hak suara, karena suara kita menentukan bagaimana Pondok kita tercinta kedepannya, berdasarkan sabda Rosullullah Saw.,: “ Jika suatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah waktunya “ (HR.Bukhori). maksud tunggulah waktunya disini yaitu tunggulah waktu kehancurannya, karena pemimpin yang tidak berkompeten dalam bidang kepemimpinan.
Mari kita sukseskan pemilu 2010 Pondok Pesantren Nurul Ummah dengan hati nurani kita masing-masing, tanpa hegemoni serta intervensi pihak manapun.
Wahai “Sang Pemimpin”, dimana engkau . . . Kami rindu pemimpin yang adil, pemimpin yang bijaksana, pemimpin yang tegas dan mampu mengarahkan serta membimbing kami.
Kami tunggu engkau wahai “Sang Pemimpin”. Wallahua’lamubisshowab . . . (kfc)

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger