OPINI - PEMIMPIN HARUS SIAP dan TAHAN STRES

PEMIMPIN HARUS SIAP dan TAHAN STRES
Oleh: Dwi Rahmawati



Stres, sebuah kata yang sangat familiar bagi semua kita. Adakalanya stres terjadi karena beban yang terlau berat dalam pekerjaan, stres karena cemburu dan banyak bertengkar dengan pacar, stres karena adanya penyakit yang tak kunjung sembuh, bahkan stres karena aktivitas rutin yang tak kunjung berubah, alias terlalu monoton. Stres yang berasal dari kata stress mempunyai arti ketegangan mental dan jiwa.

Biasanya gejala stres dapat dideteksi dari sikap, perkataan, dan wajah. Sikap yang acuh terhadap orang lain dan situasi lingkungan serta banyak melamun menandakan seseorang mempunyai permasalahan yang menyita segenap perhatiannya. Dia kesulitan memberikan apresiasi terhadap kebaikan orang lain kepadanya. Orang yang bisa mengendalikan stres akan memberikan perhatian terbaik terhadap lingkungan dan tidak tenggelam dalam lamunan kosong yang menghabiskan waktu. Dari segi perkataan, gejala stres terlihat dari cara bicara dan nadanya. Ucapan seorang yang mulai tertekan jiwanya tentunya tidak berasal dari pikiran yang jernih. Kadang terasa kasar, menyakitkan, ceplas-ceplos, dan pelit dalam bicara. Intinya lebih memilih untuk tidak banyak bicara. Sedangkan dari wajah, yang terlihat adalah tidak adanya wajah ceria yang lepas karena wajah cerminan perasaan seseorang. Ketika orang merasa bahagia, wajahnya akan berseri-seri. Tapi ketika merasa sedih, kemurungan dan kecemberutan menggantung di sudut-sudut wajahnya.

Bagi seorang manusia yang dikaruniai berbagai keistimewaan, masalah merupakan konsekuensi. Jika seorang masih mempunyai masalah, berarti dia masih hidup. Dan dikatakan bahwa masalah adalah daya tarik dunia. Dimana ketika seseorang mampu menyelesaikan masalahnya, maka ia akan mendapat wawasan yang lebih luas dan kepuasan batin terpenuhi. Dengan adanya segala kesulitan, maka manusia yang tahu hakekat hidup di dunia akan berusaha dengan semaksimal mungkin. Tapi realitanya, banyak sekali kawan-kawan kita yang memilih menjadi pecundang dengan mengakhiri hidupnya. Baik dengan cara halus seperti meracuni diri maupun tragis seperti gantung diri.

Awalnya tekanan jiwa atau stres hanya diawali dari rasa jengkel, marah, kesal, frustasi, dan sedih terhadap permasalahannya, namun setelah itu semua rasa akan berbaur sehingga muncullah stres. Dalam sebuah buku” Islam Prespective On The Stress Management In Journal Rabitat Al Islam”disebutkan bahwa faktor yang menyebabkan stres ada empat. Pertama, ketakutan yang tak diketahui dan disertai ketidakmampuan kita utuk mengenal, meramal dan mengawasinya. Kedua, ketidakmampuan untuk menatap masa depan, padahal dalam kenyataannya kita sangat perlu menatap masa depan. Ketiga, kekurangan sesuatu, baik kekurangan yang ada dalam kehidupan sendiri maupun yang ada dalam pribadi orang lain, yang acapkali tidak mampu untuk senantiasa ditutupi. Keempat, konflik di antara pikiran.

Bagaimana jika seorang pemimpin yang mendapat amanah dari rakyatnya mengalami stres ? Padahal jika dilihat dari tugasnya dan kewajibannya, seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Sangat manusiawi bila seorang pemimpin merasa tertekan jiwanya jika masalah tak kunjung redam. Namun di situlah peran dan kualitas pemimpin diuji. Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan, pemimpin jangan terlarut berdiam diri dalam zona negatif dan pesimisme. Sebaliknya, pemimpin yang berkualitaslah akan mampu mengendalikan diri dan menatap masalah sebagai teman karibnya dalam hidup ini sehingga ia tak akan meninggalkan masalah tanpa solusi yang tepat.

Alangkah ironi dan kasihan jika dalam suatu organisasi yang ditunggu kiprahnya, namun mempunyai pemimpin yang mudah loyo dan menyerah dengan berbagai alasan. Pemimpin harus bisa memimpin dirinya dalam menolak tekanan dalam jiwa yang bisa meruntuhkan wibawanya dalam membawa orang-orang dalam barisannya. Sebagaimana tersirat dalamungkapan Plato, ” Siapa yang tidak bisa memimpin dirinya, maka tidak bisa memimpin orang lain ”, kita dapat mengambil isyarat bahwa urgensi sikap pemimpin.

Ketenangan dan optimisasi , itulah kunci sukses terhindar dari stres. Hanya dengan ketenangan dan rasa yakin mampu menyelesaikan permasalahan, kita akan bisa terlepas dari kepenatan yang acapkali menimbulkan stres. Tak salah jika banyak orang tak segan mengeluarkan banyak waktu dan biaya demi mendapatkan ketenangan yang didambakan, entah dengan meditasi, yoga, berlibur, bahkan tak segan mengkonsumsi obat penenang dan narkoba. Namun, yang perlu diketahui hal-hal tersebut di atas hanya bisa menghilangkan kepenatan sementara, tak jarang kepenatan dan stres akan kembali setelah masa istirahat usai atau pengaruh dari obat- obatan hilang.

Namun ada tips yang murah dan mudah untuk dilakukan, yang terbukti ampuh dan dijamin oleh Al Qur’an, yaitu : Dzikrullah, (sesuai dengan Q.S.13:38) kita harus selalu ingat bahwa Alla ma’anaa, dan Allah nadhoro ilainaa, dan yang paling penting kita harus ingat bahwa kita tidak mempunyai daya dan upaya sedikitpun melainkan dari-Nya. Dengan hal tersebut, sedikit demi sedikit kita akan menjadi orang yang qona’ah dan ridlo terhadap apapun yang menimpa diri kita. Upaya kita yang lain adalah dengan meningkatkan ibadah sholat, sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S 2:153, meningkatkan ibadah sholat dalam arti kuantitas dan kualitas sholat. Dapat kita simpulkan bahwa pokok dari kedua hal tersebut adalah penambahan tingkat keimanan, ketaqwaan, dan keridloan terhadap segala sesuatu yang menimpa kita.

Untuk calon pemimpin, yakinlah bahwa All Iz Well dan bersama kesulitan ada kemudahan, bersama cobaan ada pertolongan-Nya, karena Dia telah mengatur hal terindah untuk hamba-hamba-Nya yang berkarya demi memetik keridhaan-Nya.



* penulis adalah santri putri PPNU

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger