Manusia Kontemporer
Menuju Khairul Ummah *)
(….yang sungguh-sungguh takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu..Q.S al-Fathir:28)
DEWASA ini, manusia kontemporer sedang menghadapi pilihan orientasi hidupnya yang krusial, antara agama dan ilmu pengetahuan.
Setelah berhasil menemukan berbagai macam pengetahuan, dengan eksplorasi-eksplorasi baru yang gemilang, hingga bertambah luas dan mekarlah cakrawala ambisi dan pengetahuan manusia, bertambah dalam pula manusia memikirkan kepastian takdir yang melintang di dunia ini. Tidak ada cara untuk menenangkan diri, kecuali kalau mereka berfikir dalam kerangka religius. Agama telah memberikan jawaban secara gamblang.
Para penemu, kreator, dan penjelajah, dari segi sosok kemanusiawiannya, mereka mati. Namun buah dari daya juang dan kreatifitas mereka abadi, sebagai khazanah kemanusiaan universal.
Menuju Khairul Ummah *)
(….yang sungguh-sungguh takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu..Q.S al-Fathir:28)
DEWASA ini, manusia kontemporer sedang menghadapi pilihan orientasi hidupnya yang krusial, antara agama dan ilmu pengetahuan.
Setelah berhasil menemukan berbagai macam pengetahuan, dengan eksplorasi-eksplorasi baru yang gemilang, hingga bertambah luas dan mekarlah cakrawala ambisi dan pengetahuan manusia, bertambah dalam pula manusia memikirkan kepastian takdir yang melintang di dunia ini. Tidak ada cara untuk menenangkan diri, kecuali kalau mereka berfikir dalam kerangka religius. Agama telah memberikan jawaban secara gamblang.
Para penemu, kreator, dan penjelajah, dari segi sosok kemanusiawiannya, mereka mati. Namun buah dari daya juang dan kreatifitas mereka abadi, sebagai khazanah kemanusiaan universal.
Demikian pula sebelumnya para rasul dan nabi wafat, sebagaimana setiap manusia pasti mati. Namun pesan-pesan mereka abadi, sebagai menara-menara penunjuk jalan kehidupan.
Oleh karena itu, ketika agama menekankan kepercayaan terhadap akhirat, ia sedang membantu manusia yang fana-manusiawi dalam kesungguhan upayanya menempuh jalan kebaikan universal dan merajut nilai-nilai keabadian. Kepercayaan itu menjaga manusia dari paham ketiadaan yang menghancurkan kehendak hidup, karena manusia pada dasarnya memiliki bayangan bahwa perjuangannya di dalam menempuh kehidupan bukanlah fatamorgana, bahwa kehidupan dunia yang sementara ini hanyalah ujian terhadap kemampuannya mengemban keharusan-keharusan eksistensial dan amanat kemanusiaan.
Kawanku santri Nurul Ummah, berusahalah kita menjadi khairul ummah tapi jangan pernah mengaku sebagai khairul ummah. Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.(Q.S al-Imran: 110)
Khairul ummah adalah ungkapan ilahiyyah yang sangat luas maknanya, mendalam isi hakikatnya dan abadi tujuannya. Karenanya, bila hal ini telah menjadi kenyataan dalam sikap hidup, akan semaraklah suatu bangsa, khususnya umat Islam. Sebagai ummat, mereka akan dibanggakan generasi bangsanya serta disegani, dihormati dan diperhitungkan oleh segala lapisan sepanjang zaman.
Al-Ghazali menulis dengan sangat indahnya dalam kitab “Risalah al-Laduniyah” : “Sebagai halnya buku-buku dan alat-alat kimia yang berupa materi (benda) hanyalah dapat dicari di laboratorium-laboratorim kepunyaan pemerintah, bukan di sembarang tempat, dan tidak setiap orang dapat mengetahuinya, maka begitulah pula halnya, bahan-bahan dan alat-alat kimia as-sa’adah (kimia kebahagiaan) yang bersifat immateri hanyalah dapat dicari di laboratorim Tuhan semata, yang tidak mungkin mengambilnya tanpa perantaraan para Nabi. Semua orang yang mencarinya di tempat lain pasti akan kecewa dan salah jalan. Karena itu orang yang berhasrat mencapai bahagia haruslah membersihkan diri dari segala sifat yang rendah dan memilki sifat yang sempurna”
Keterkaitan kita sebagai manusia kontemporer dan menjadi khairul ummah harus kita wujudkan. Agama dan ilmu pengetahuan harus berjalan beriringan untuk meniti jalan sebaik-baiknya cita kemanusiaan universal, sehingga membimbing langkah-langkah manusia fana di atas hamparan dunia untuk mewujudkan kesempurnaan kemanusiaannya, dan mewariskan kepada generasi-generasi sesudahnya hal-hal yang berguna.
Sering juga kita mendengar jargon kata “Muhafadhah ala qadim as-shalih Wal ahdu bi jadidi al-ashlah”. Muhafadhah berarti menjaga, memelihara, dan mempertahankanya dan berusaha untuk meningkatkan kualitasnya. Al-Ahdu berarti mengambil, kata mengambil tentunya menggunakan proses berfikir (apakah benar-benar shalih untuk di ambil) dan bertahap (sedikit demi sedikit). Untuk itu pertanyaan besar kita adalah sudahkah kita muhafadhah terhadap hal yang shalih yang sudah kita miliki? Ataukah kita justru mengejar atau al-Ahdu secara rakus/tanpa proses terhadap hal-hal baru? Sehingga yang terjadi kegagalan menggapai kedua-duanya. Na’udzu billahi min dzalik.
Kami sebagai Departemen Pendidikan dan Ketrampilan PPNU-Pi, tentunya sangat mengharap kepada seluruh santri Nurul Ummah untuk terus menjaga nilai-nilai keshalihan yang telah kita miliki, dan berusaha meningkatkan dan mengembangkan dengan hal-hal baru yang ashlah. Agar kita benar-benar menjadi manusia kontemporer yang berusaha menuju khairul ummah.Amiin
[] Salah Satu Personil DepDikTram PPNU-Pi.
0 komentar:
Posting Komentar