Ahlan Wa Sahlan
Oleh: Andi Ujiawan*
Hadirnya KORAN NURMA yang rencananya akan terbit harian di Pondok Pesantren Nurul Ummah perlu kita apresiasi. Karena jarang-atau bahkan tidak ada sama sekali-ada pondok pesantren yang bisa menerbitkan sebuah koran. Dengan terbitnya Koran ini diharapkan akan muncul penulis-penulis handal dari kalangan pesantren.
Oleh: Andi Ujiawan*
Hadirnya KORAN NURMA yang rencananya akan terbit harian di Pondok Pesantren Nurul Ummah perlu kita apresiasi. Karena jarang-atau bahkan tidak ada sama sekali-ada pondok pesantren yang bisa menerbitkan sebuah koran. Dengan terbitnya Koran ini diharapkan akan muncul penulis-penulis handal dari kalangan pesantren.
Dengan format dan desain sederhana, koran ini enak dibaca oleh semua santri. Tema tulisannya pun bebas, ada berita intern pesantren, opini, cetita lucu, sastra dan lain sebagainya. Yang menulis pun bisa siapa saja, pokoknya bebas, bisa santri bisa pengurus. Bahkan santri yang baru seminggu masuk pondok pun diperbolehkan mengirim tulisan. Jangan khawatir tulisannya tidak dimuat. Pasti dimuat.
Saya hanya akan sedikit membuat “perjanjian” kepada semua pihak yang terkait dengan Koran ini. Hal ini saya tegaskan karena saya khawatir akan terjadi masalah di kemudian hari. Karena, pada pengalaman terdahulu, banyak penulis kita yang sebenarnya mempunyai bakat menulis bagus yang akhirnya “macet” tidak lagi mengirimkan karyanya karena “mutung”. Ia tidak mau lagi menulis karena trauma. Rupanya, menulis di pondok itu ada beban psikologis. Tidak jarang, setelah seorang santri tulisannya dimuat di media menulis yang ada di pondok, akan menerima “akibatnya” seperti dipanggil oleh pihak keamanan atau mendapat counter dari pihak tertentu yang kurang setuju dengan tulisannya.
Anehnya, counter itu tidak dituangkan lewat tulisan, tetapi diomongkan di kelas-kelas, menjadi rerasanan dimana-mana, bahkan langsung mendatangi pihak penulis untuk melakukan klarifikasi. Jika hal ini terjadi maka telah terjadi “pembunuhan karakter” yang berakibat fatal bagi penulis karena penulis tidak mau lagi mengirimkan karyanya.
Akan lebih baik jika counter atau ketidaksetujuan terhadap isi tulisan dituangkan lewat media yang sama. Hal ini akan membuat suasana media tulis-menulis menjadi ramai dan lebih hidup. Semakin banyak perbedaan pendapat akan semakin ramai dan mengasyikkan, dan akan muncul banyak dialektika di kalangan santri. Santri akan menjadi cerdas dan bakat menulis pun tersalurkan dengan baik.
Ada pernyataan menarik seputar dunia tulis menulis dari Nasrudin Anshory Ch beberapa waktu lalu ketika tim penyusun biografi KH. Asyhari Marzuqi sowan kepada beliau. Beliau mengatakan bahwa kita, orang pesantren, tidak dikenal oleh dunia luar, karena jarang ada kiai yang tulisannya muncul di koran. Padahal, menulis di koran itu merupakan sarana yang efektif untuk mengenalkan pemikiran-pemikiran pesantren kepada masyarakat. Kalau tulisan kita dimuat di Kedaulatan Rakyat saja, maka tulisan kita akan dibaca oleh 500.000 orang. Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan menulis di koran yang diedarkan di Jogja, maka tulisan kita akan dibaca sampai habis. Karena Jogja adalah lautan intelektual dan manusianya tidak sesibuk orang Jakarta, yang karena kesibukannya hanya membaca judul tulisannya saja.
Dengan tidak bermaksud membandingkan, saya iri pada para santri Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari yang didirikan oleh Almarhum Al-Maghfurlahu Zainal Arifin Thoha. Santrinya bisa kuliah dan mencari nafkah lewat tulisan. Hampir tiap minggu tulisan santrinya dimuat di berbagai media, baik opini, resensi, puisi, bahkan ada santri pondok tersebut yang karya tulisnya dibukukan dan diterbitkan.
Sebagai akhir dari catatan ini, untuk menciptakan penulis-penulis yang handal dari Nurul Ummah butuh dukungan semua pihak, seperti yang telah diuraikan di bagian atas, yaitu ada “perlindungan khusus” terhadap penulis.
Anda tidak setuju dengan pendapat saya, silahkan anda duduk di depan komputer, tulis sesuatu, kemudian kirim tulisan anda ke Redaksi KORAN NURMA. Tulisan anda pasti akan dimuat. *Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta.
0 komentar:
Posting Komentar