" Mimpi Kita, Mimipi KorMa "
Oleh Hamid

Koran Numa telah terbit 10 Januari lalu. Sampai hari ini (13/4), Koran Nurma (KorMa) sudah terbit 87 edisi. Tepatnya 3 bulan lebih 4 hari. Sudah ada 87 judul opini dan lebih 261 judul berita. Semua ini adalah buah karya santri Nurul Ummah. Sebuah prestasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Tetapi dibalik itu, kami mengakui masih ada kekurangan dari perjalanan KorMa selama ini. Penerbitannya masih pasang surut. Belum bisa tepat waktu seperti Koran pada umumnya. Kadang terbitnya tidak tepat waktu. Kadang terbit pagi, kadang siang, kadang sore, dan kadang pada hari sesudahnya. Akibatnya, kadang ada orang yang beradigum, KorMa itu "Koran kemarin" karena terbitnya kemarin setelah hari H-nya. Ada pula yang mengatakan KorMa itu "Koran Malam" karena kadang terbitnya malam hari. Bahkan ada yang mengatakan KorMa itu "koran Malas" karena terbitnya sulit diprediksi, pagi, siang, sore, malam hari, dan bahkan kadang beberapa hari setelah hari H.

Mendengar celotehan itu, kadang kami terasa tersentil. Tetapi kadang kita jadi ingin tertawa –sekedar menahan luapan emosi. Semua itu adalah pelajaran buat kami. Kami akan mengambil pelajaran darinya, yang positif diambil, negatifnya disingkirkan –begitu kata orang bijak. Namun begitu, Crew KorMa akan terus berusaha profesional. Minimal setiap harinya terbit.

Jika kita telusuri sejarah kemunculan KorMa, hal itu tidak lepas dari ide-ide pendahulu kami. Di tahun 2004 – 2006 rencana pembuatan sebuah Koran sudah menjadi bahan perbincangan dan bahkan sudah diagendakan di MP. Tilawah. Namun tahun itu belum juga terwujud. Kala itu hanya sebatas program kerja yang hanya tertulis, dan belum sempat terealisasikan.

Sebagai generasi penerus di tahun ke 18 ini, akhirnya kita berusaha meneruskan hasil pemikiran pendahulu kami. Pernah dicoba pada tahun 2007 awal. Pengelola sempat mencoba menerbitkan sebuah Koran yang bernama 'Koran Tilawah' pada momen Haflah Nurul Ummah ke 22 tahun 2007. Hal itu sempat terealiasai tiga kali. Bentuk pubikasinya di foto copy pada kertas karton warna hijau, pink, dan biru, ukuran A3 dan ditempel di depan kompek Mahasiswa dan pelajar putra, serta asrama putri. Penerbitan pada saat itu masih kurang efektif karena SDM crew yang kurang dan partisipasi santri maupun pengurus juga kurang.

UP Grading tanggal 25–27 bulan Januari 2008 adalah ujung tombak tegaknya penerbitan KorMa. Untuk mengefektifkan manajemen pengelolaan crew lama dan crew baru yang cukup banyak, hampir 50 orang crew putra dan Putri, akhirnya kami berusaha memberdayakan Crew dengan cara membuat manajemen yang kami pandang efektif –yang kemudian kami namakan "manajemen plaining bersama". Setiap kelompok crew KorMa yang terdiri dari sekitar lima sampai enam orang mendapat jatah menebitkan KorMa sekali selama satu minggu.
Cara itu cukup efektif. Hal itu terbukti dari kelancaran penebitan setiap harinya. Ketika itu iktikat kita yang penting terbit dulu. Sementara untuk biaya kita berusaha sekuat tenaga dari dana patungan. Akhirnya, kita bisa menerbikan dengan sukses.

Managemen Koran NurMa
Mungkin banyak yang mempertanyakan bagaimana managemen Koran NurMa. Hal ini terkait dengan kekhawatiran beberapa kalangan tentang masa depan belajar dan ngaji yang merupakan tujuan awal crew KorMa di Nurul Ummah. Kekhawatiran mereka, KorMa akan banyak menyita waktu dan tenaga sehingga tujuan awal nyantri justru terlunta-lunta. Namun pada kenyataannya dengan adanya "managemen plaining bersama ini", mereka tetap mampu membagi waktu pribadi dan organisasi. Pengelola MP. Tilawah dalam setiap pertemuan selalu saling mengingatkan untuk managemen urusan pribadi dan organisasi ini. "Mari kita berkarya tanpa meninggalkan Ngaji". Kami berusaha bagaimana antara ngaji, sekolah, kuliah, dan karya bisa tetap jalan. Syukur-syukur keduanya mampu maksimal.

Kami masih terus mengingat patuah-patuah pengurus yang selalu wanti-wanti untuk bisa membuat manajeman yang cocok untuk santri, cocok untuk pelajar dan mahasiswa yang selama ini masih ngaji, kuliah dan sekolah. Pengurus selalu mengatakan tujuan kita ke pondok adalah untuk ngaji. Walaupun begitu, selain ngaji – ngaji dalam arti sempit –berkarya tetap penting. Kami memahami ungkapan yang didasarkan dari Romo kiai Asyahari Marzuqi itu. Tetapi kami juga harus memahami ngendiko kiai tidak sepotong-sepotong. Masih banyak ungkapan Romo Kiai yang menganjurkan kita di pondok selain ngaji juga tetap harus berkarya. Inilah yang menjadi prinsip kami berkarya melalui KorMa ini.

Sebenarnya Koran Numa ini diperuntukkan bagi kita untuk mencurahkan ilmu-ilmu yang selama ini didapatkan ketika proses belajar dilembaga pesantren maupun lembaga formal, baik di pesantren, maupun di kampus. Artinya dengan adanya media KorMa ini kami mengharapkan muncul dialog yang sehat di antara civitas akademik Nurul Ummah. Selain itu, dengan adanya media seperti ini bakat-bakat terpendam menulis dari kita benar-benar tersalurkan.

Bukan omong kosong, bakat-bakat itu sudah sangat kelihatan dari partisipasi yang tinggi pada tulisan dalam kolom opini yang dibuat teman-teman santri maupun pengurus pada KorMa. Misal saja tulisan Mbak Alfi Ni'matin Khoironi tentang menaklukan ketakutan menulis, Mbak Anik Azkia tetang Sukses dimulai dari pikiran, Mbak Cholishotul Muna tentang terapan matematika dalam keuangan Islam yang dikaitkan dengan nilai kepesantrenan, tulisan Ibu Yuliana Penta Puspita tentang bertemu kekasih –tulisan yang mengandung nilai filosofis dan tasawuf, tulisan Ibu lurah PPNU Pi, Ibu Robithoh Widiastuti tentang berbenah menyambut cinta.

Ada pula tulisan Kang Mahbub Jamaludin tentang sebuah tembang keabadian, mangayubagya 7 hari Koran Nurma, tulisan Kang Wahid NH tentang Mahabbah ila Rasulillah, tulisan Kang M. Ghufran tentang unsur pokok kehidupan, tulisan Kang Karim Mustofa tentang Pondok Vis A Vis Bondo, tulisan Kang M.Z Asyiqin tentang Happy Milad MP. Tilawah, tulisan Kang Farikhin tentang bahasa Arab dan Inggris, tulisan kang Zaki Zarung tentang sastra pesantren, tulisan bapak Azhariyansyah tentang memahami kondisi pendidikan di Nurul Ummah dan komentar editor Koran Nurma, dan lain sebagainya.

Semua tulisan mereka punya karakter dan punya nuansa yang berbeda. Jika hal ini terus dikembangkan dan terutama ada media yang mewadahi seperti Koran Nurma atau mungkin media lainnya, insyaallah harapan kita agar Nurul Ummah menjadi pesantren yang punya karakter, punya identitas, dan dipandang di masyarakat akan tercapai.

Mimpi
Mimpi adalah hayalan. Hayalan adalah mimpi. Mimpi bukan kenyataan. Kenyataan bukanlah mimpi. Kenyataan bisa terbawa mimpi. Dan mimpi bisa saja jadi kenyataan. KorMa adalah media di Nurul Ummah. Media di Nurul Ummah adalah KorMa. KorMa berdiri dan berkarya dari sendi Nurul Ummah. Maka ia akan membesarkan Nurul Ummah. Crew KorMa berjuang untuk Tilawah. Tilawah berjuang untuk Nurul Ummah. Makanya, mimpi KorMa datang dari Nurul Ummah dan terbit dari mimpi untuk membesarkan Nurul Ummah.

Oleh karena itu, KorMa punya mimpi. Karena semua orang boleh bermimpi dan tidak ada kamusnya mimpi dibatasi. Mungkin mimpi kami bagaimana membuat organisasi kecil ini mandiri. Crewnya bisa digaji. Punya failitas sendiri. Tidak mengembik ke sana kemari. Hanya untuk berjuang memberi informasi. Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Memberi lebih baik daripada meminta. Begitu kira-kira pesan mimpi visi suci kami.
Saya sering mendapat keluhan dari Crew Tilawah (KorMa) yang selama ini membawa tugas suci ini. Mereka mengatakan sudah berjuang dengan tulus hati, namun ada juga yang mencaci. Saya katakan pada mereka, "Tidak usah rendah diri, sebuah perjuangan pasti selalu akan diuji, siapa yang bersabar dan tahan uji, itulah sang pemenang". Saya kadang tidak sampai hati. Kenapa ini bisa terjadi. Tetapi kami tetap maklum, karena setiap perjalanan pasti akan ada konsekuensi. Allah mengatakan, "Apakah kamu mengatakan beriman padahal kamu belum di uji?".

Lebih lanjut, sebuah pepatah mengatakan, pohon akan semakin kuat tiupannya bila pohonnya semakin tinggi – maaf bukan bermaksud sombong cuma sekedar bebungah hati. Kami sadar bahwa selama ini kami masih berproses. Sebuah proses harus tahan uji. Harus bersabar. Sejauh mana ujian itu membuktikan kemampuan kita. Sebagaimana yang dikatakan Romo Kiai Asyhari Marzuqi yang sering kami publikasi lewat rubrik Ngaos Kiai, "tugas santri kui belajar dan ngaji". Jadi inilah belajar dan ngaji kami. Kami belajar dan ngaji tidak akan pernah henti, walau sampai mati. Wallahua'lam. *) Penulis adalah salah satu tim biografi Al-Maghfurlah Romo Kiai Asyhari Marzuqi

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger