Mutholaah Kitab Al Arba'in An Nawawiyah (hadist ke 27) - Mutholaah kitab

Al- Birru husnu al-khuluqi wa al-itsmu maa haaka fii nafsika wa karihta an yaththoli'a 'alaihi al naasu.
 (H.R. Muslim)


Petikan hadist yang diambil dari kitab al Arba'in an-Nawawiyah tersebut memang terkesan biasa, enak dilafadzkan dan sederhana. Akan tetapi pernahkah kita berfikir apa makna yang terkandung didalamnya? Seberapa dalam pemaknaan yang harus kita ambil darinya yang menjadi suatu hal sering kita lalaikan ?

“Kebaikan adalah kebaikan akhlak, sedangkan dosa adalah segala sesuatu yang akan menuimbulkan keragu-raguan serta kegelisahan dalam hati serta membuat kita benci ketika perbuatan tersebut diketahui oleh orang lain, sehingga akan menuntut kita untuk selalu menyembunyikan dosa tersebut” Demikianlah kira-kira maksud dari hadits tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa akhlak terbagi menjadi dua bagian. Akhlak yang baik (husnu Al-khuluqi) merupakan sebagian dari agama, dan ia merupakan output dari latihan para 'abid dan muttaqin. Dan Akhlak tercela yang merupakan racun pembunuh yang bisa membinasakan, dan merupakan pintu pembuka menuju neraka yang apinya dinyalakan sampai ke hati.
  
Dalam Q.S Al Qolam:4 disebutkan, “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang agung”, hal tersebut setidaknya dapat menjadi dasar kita bahwa tingkat keimanan bisa diukur melalui akhlak. Semakin baik keimanan dan ketakwaan, maka semakin baik pula akhlak pemiliknya. Suatu ketika Rasulullah pernah ditanya oleh orang yang berada di samping kiri dan kanannya, yang sama-sama menanyakan tentang perihal agama. Rasulullah menjawab bahwa agama adalah budi pekerti (akhlak) yang baik. Dalam sebuah hadist Daruquthni yang diriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri, Rasulullah menerangkan bahwa Allah menghendaki kemurnian dari agama Islam dan sangatlah tidak patut bagi agama Islam kecuali kedermawanan dan kebaikan akhlak. Untuk itu hiasilah agama Islam dengan keduanya (dermawan dan kebaikan akhlak). Maksudnya Islam itu adalah agama yang apabila murni, akan terpenuhi oleh dua hal yaitu kedermawanan dan kebaikan akhlak. Maka dengan keduanya saja Islam yang sesungguhnya akan mampu tercipta,

Kemudian, bagaimanakah perilaku yang dikategorikan sebagai perilaku yang baik?, dalam kitab Qami' ath-Thughyan yang diterjemahkan oleh Annawawi Al Bantani disebutkan bahwa diantara tanda seseorang berperilaku ( berakhlak) baik adalah:
Orang yang banyak malu (kepada Allah), jarang menyakiti (orang lain), banyak kebaikannya, jujur ucapannya, sedikit bicara namun banyak beramal.(aida)
sedikit kesalahannya, tidak melebihkan kebaikannya, penyabar, banyak bersyukur, rela hati, ramah (pemurah), supel (bersahabat), pemaaf, pengasih, tidak suka melaknat, tidak suka mencaci maki, ridak suka mengadu domba, tidak tergesa- gesa, tidak dengki, tidak bakhil, tidak hasud, periang, membenci dan mencintai karena Allah, rela dan marah karena Allah.
    Demikianlah sedikit gambaran mengenai akhlak yang baik (husnu Al-khuluqi) yang dijanjikan tempat yang tinggi disisi Nya karena puncak dari akhlak mulia adalah terputusnya kecintaan kepada dunia dan hatinya hanya akan tertuju pada Nya.
Lalu apa yang dimaksud dengan perbuatan dosa? Untuk menjawabnya, kita perlu melakukan refleksi. Pernahkah hati menjadi resah ketika melakukan suatu kegiatan? Menurut hadits Arba'in di atas, itulah ciri dari perbuatan dosa. Dia menyebabkan pelakunya selalu dihantui rasa gelisah, takut kalau-kalau ada yang melihatnya melakukan perbuatan itu. Contoh sederhana, sebagai seorang santri kita mempunyai kode etik tatakrama yang memaksa kita untuk tidak berdekatan dengan lain mahram, seperti boncengan atau janjian misalnya. Ketika kita melalaikan kode etik itu serta mau berboncengan dan janjian dengan lawan jenis, sudah tentu kita akan merasa terus gelisah, dan selalu menjaga agar kejadian tersebut tidak diketahui oleh pengurus. Memang banyak dari kita yang memandang bahwa aturan syar'i yang diadopsi pondok hanya mengikat kita saat berstatus sebagai santri semata, sehingga kita lebih takut dengan image negatif atau sanksi duniawi yang kita terima akibat pelanggaran yang kita lakukan. Itu saja, sudah membuat kita begitu gelisah, maka terlebih ketika kita sadar akan pertanggung jawaban amal kita di hadapan Dzat Yang Maha Tahu dan sangat cepat hisabnya.
   
Dalam Q.S Al Hadid disebutkan “Akan tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuranmu) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah, dan kamu telah ditipu oles setan yang sangat penipu “. Dari ayat ini bisa disimpulkan bahwa orang-orang yang melakukan dosa dapat kita golongkan sebagai orang yang tertipu, dia akan memiliki hati yang gelap gulita bagai di dasar lautan. Di atasnya terdapat ombak yang bergulung-gulung serta awan yang gelap dan berlapis-lapis. Untuk itu hendaknya kita waspada agar kita tidak termasuk dalam golongan orang yang tertipu oleh ahlinya penipu (setan/iblis-red) karena penipuan bisa terjadi pada siapapun, baik bodoh, pandai , kaya, miskin, ulama, ataupun orang sholeh. Semoga kita mampu menghindari godaan dan tipuam Syaitan, musuh nyata manusia, serta menjadi pemilik akhlak ka Ahklaqi Rasulillah. Amin Ya Rabbal 'Aalamin (Aida/Rhm)


comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger