Miftahus Sa'adah

“...dan janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)

Ayat tersebut merupakan perintah kepada kita supaya kita tidak mudah berputus asa dalam menjalani kehidupan, selalu optimis menerjang rintangan, dan mensyurkuri segala nikmat Allah SWT. Allah menciptakan makhluk-Nya dalam penciptaan yang beraneka ragam. Ada yang ditakdirkan kaya, mempunyai fisik yang sempurna, cerdas, dan selalu beruntung. Adapula yang diciptakan dengan kondisi yang kurang menguntungkan seperti fisik yang cacat, keluarga yang tidak lengkap, mungkin juga kemampuan otak yang kurang. Tujuan Allah menciptakan itu semua bukanlah untuk membeda-bedakan ataupun merendahkan derajat makhluk yang lemah terhadap makhluk yang lebih “sempurna”. Allah tidaklah memandang derajat seseorang dari kondisi fisik, kekayaan harta bendanya, ataupun kemuliaan orang di dunia. Hanya derajat ketaqwaanlah yang membedakan derajat kita di depan Allah. Allah menciptakan penciptaan yang berbeda-beda supaya mereka saling mengenal dan saling membantu satu sama lain.
Kesempurnaan fisik seseorang serta harta benda yang melimpah bukanlah ukuran kebahagiaan. Mereka yang hidup serba kecukupan bahkan berlimpah materi kadang tidak merasakan kebahagiaan. Kekurangan dan kemiskinan juga bukan sumber penderitaan. Tidak sedikit orang yang hanya hidup ‘pas-pasan’ merasakan ketenteraman jiwa dan kedamaian.
Telah dicontohkan oleh Fatimah binti Rosululloh yang senatiasa merasa bahagia meski tanpa gelimang harta. Tidak ada cerita yang masyhur tentang dirinya yang berkaitan dengan penderitaannya. Sejatinya, Fatimah banyak mengalami penderitaan. Namun ia selalu menghadapinya dengan hati yang lapang lagi sabar. Sepeninggal Rosululloh SAW ia terlibat sengketa hak atas tanah Faqad yang kontroversial. Saat itulah pertama kalinya perempuan Arab tampil di muka umum dan berdebat untuk memperjuangkan haknya. Tatkala telah menikah dengan Ali r.a, ia dan Ali sering berpuasa untuk menyisakan makanan demi kedua anaknya. Juga bukan perkara mudah bagi Fatimah untuk menjadi istri seorang syahid seperti Ali yang harus siap dipanggil untuk berperang sewaktu-waktu. Tak ada kepastian untuk seorang syahid pulang dalam kondisi selamat ataukah menjadi syuhada. Fatimah juga tidak pernah mempersoalkan masalah harta yang tergolong kurang terhadap suaminya. Namun, apakah Fatimah tidak bahagia? Bukan. Fatimah selalu merasa bahagia. Teramat bahagia.
Sekali lagi harta yang melimpah serta kondisi fisik yang sempurna bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan. Kita tidak boleh bersedih hati dan kecewa atas apa yang telah tergariskan untuk kita. Untuk menjadi bahagia cukup dengan bersabar dengan ujian yang datang dan selalu mencoba tersenyum.
Ada beberapa tips yang bisa menjadikan kita menjadi orang yang selalu bahagia :
 Katakan tidak untuk perbuatan yang hanya menyia-nyiakan umurmu, melupakan akhirat, dan lebih mengutamakan terkumpulnya harta benda daripada sikap arif untuk menjaga kesehatan, kebahagiaan, dan waktu istirahat.
 Katakan tidak untuk sikap memata-matai dan menggunjing kesalahan dan aib orang lain sementara itu melupakan aib sendiri.
 Katakan tidak untuk setiap hal yang buruk seperti merokok, alkohol,dan segala sesuatu yang kotor dan najis.
 Katakan tidak untuk perbuatan mengingat-ingat musibah yang telah lalu dan membuang harta benda dengan sia-sia.
 Katakan ya untuk senyum yang tulus, yang mengirimkan cinta, dan mengutus kasih sayang untuk orang lain.
 Katakan ya untuk duduk bersama al-Quran seraya membacanya, merenunginya, dan mengamalkannya, serta kesediaan untuk senantiasa berdzikir, beristighfar, berdoa, dan senantiasa memperbaiki taubat.
 Katakan ya untuk rasa malumu dan hijab (penutup aurat) yang diperintahkan Allah karena cara itulah untuk melindungi diri.
 Katakan ya untuk baktimu terhadap orang tua, silaturrahim dengan saudar-saudara, hormat terhadap tetangga, dan menyantuni anak yatim.
Ada seribu tips menuju bahagia. Namun kuncinya adalah tetap tesenyum dan mensyukuri apa yang kita miliki. Jangan sampai kekurangan membuat kita kufur nikmat, ndersulo terhadap nikmat Allah yang hanya akan menambah penderitaan lahir batin. La tahzan untuk jiwa yang selalu bahagia. Wallohu’alam...(Lea)

Dikutip dari As’ad al-Mar’ah fi al-‘aAlam

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger