Edisi 38, Sabtu, 16 Februari 2008
Ngaos bersama Kiai Zabidi di Malam Ahad
KH. Ahmad Zabidi, Bak Oase di Padang Pasir
Di MALAM Ahad masjid al Faruq lantai 1 akan terasa berbeda. Nampak masjid yang berukuran lumayan luas dengan karpet warna abu-abu itu ramai santri ngaji. Tidak itu saja, beberapa pengurus yang setiap malam pengajian bandongan tidak tampak, malam itu mereka begitu antusias mengikuti pengajian. Bangku-bangku yang selama ini disediakan lebih sering kosong, kalaupun cuma beberapa gelintir santri, di malam Sabtu itu penuh. Sebuah kitab ukuran lumayan tebal sudah menjadi pegangan para santri untuk ngaji di malam nan sejuk itu. Sebuah kitab kajian rutin, Shahih Bukhari yang kaya wejangan dan gaya hidup islami.
Di depan kerumunan santri yang khusu' itu, selalu ada pusat perhatian. Nampak seorang berambut agak putih, memakai peci putih, baju taqwa warna putih, dan sarung agak putih pula, mulai menuturkan kata-kata yang kaya hikmah. Sebuah bab tentang fadlu ribathi yaumin fisabilillah, keutamaan menjaga seharian di jalan Allah' menggema dari corong ruang pojok masjid. Bahasa yang beliau gunakan begitu familier. Bahasa jawa campur ngoko. Itulah yang biasa dilakukan oleh kiai Ahmad Zabidi. Salah satu adik almagfurlah Kiai Haji Asyhari Marzuqi yang sampai kini masih sugeng. Sosok kiai yang menurut bapak Asroruddin Bantul –teman Romo KH. Asyhari saat di pesantren Krapyak –sebagai sosok cerdas, tangkas tapi bersahaja.
Beliau mulai mengampu kitab shahih bukhari juz 2 karengan Imam Abi Abdillah bin Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al Bukhari itu sejak 16 Februari 2007, atau tepat setahun yang lalu. Diawali dengan bab syarat dalam bermuamalah, hadis 2719 halaman 142. Hingga berita ini diturunkan (15/2) pembahasan sudah sampai bab tentang 'ikut perang untuk berkhidmah, hadis 2793 halaman 170.
Kitab yang dikaji dalam pengajian bandongan setelah ba'da isya' satu jam itu biasanya tidak hanya kitab shahih bukhari, tetapi ada satu kitab lagi yang namanya kitab sarah al hikam. Tetapi kitab ini baru dikaji beberapa kali. Kitab syarah al hikam ini merupakan rintisan dari program FKA (Forum Kajian A'la). Namun karena ada beberapa kendala dari Kiai Zabidi sendiri, terutama jika beliau dapat undangan berceramah ke tempat lain. Akan tetapi, dalam waktu dekat FKA akan mengusulkan agar kitab hikam ini dikaji lagi.
Dalam perjalanan sampai sekarang, antusias mengaji pada kiai Zabidi ini begitu besar. Hal itu terlihat dari banyaknya santri plus pengurus yang hadir, orang-orang BUMP, bahkan ustadz-ustadz senior seperti bapak Nasir Asfar, Ustadz Muhammad Baihaqi nampak diurutan pertama pengajian itu. "Seakan ada panggilan hati pada semua orang di Nurul Ummah untuk selalu mengikuti pengajian beliau", kata Abdul Wahab, S.Pd.I, ketua PSDM asrama mahasiswa saat ditemui di kamar khufadz C3 itu (15/2).
Walau nampak lebih ramai, sesungguhnya prosentase kehadiran santri –khususnya putra masih belum maksimal. Hal ini dikeluhkan oleh ketua PSDM sebagai penanggungjawab ngaji bandongan dan asrama ini. Menurut Wahab –panggilan akrab pengurus asal Pati Jawa tengah ini, prosentasi kehadiran santri baru 50 persen. Jumlah santri Wustho-Ulya yang seharusnya ada 58 santri, tetapi kenyataanya yang datang hanya sekitar 28 santri.
Sementara itu, ketua PSDM juga mengeluh soal transportasi. Menurut pengurus yang suka dan ahli qiro'ah ini, alat transportasi menjadi kendala tersendiri. "Kami agak kerepotan soal kendaraan jemputan," tuturnya. "Selama ini, kendaraan yang biasa untuk jemput adalah mobil ndalem. Tapi itu sering digunakan untuk tinda'an, tambahnya. Selain itu biasanya mereka menyewa mobil rentalan dari Mas Aris, warga asli asal Warungboto Yogyakarta. Ini berarti pondok harus mengeluarkan biaya tersendiri. Walaupun sesungguhnya anggaran dana untuk hal itu sudah ada.
Menurut dia hal itu dianggap kurang efektif karena mobil rentalan itu belum bisa dipastikan. Ia mengharapkan Yayasan Bina Putra untuk memperhatikan soal alat transportasi khusus untuk menjemput Kiai Zabidi ini. (m!d)
0 komentar:
Posting Komentar