Kilas Peristiwa-Diskusi KDP (Kekerasan Dalam Pacaran ) bersama LKIS

Jumat sore (25/6) sepuluh personel KorMa mengikuti diskusi fenomena pergaulan laki-laki dan perempuan di LKIS. Diskusi yang mengangkat tema tentang Kekerasan dalam Pacaran ini dipandu oleh Bapak Nur Hasyimi, lulusan Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Beliau juga seorang pengurus lembaga Rifka Annisa, sebuah lembaga yang menampung keluhan permasalahan perempuan.
Rencananya kegiatan ini akan melibatkan perwakilan-perwakilan dari beberapa PonPes di Yogyakarta, namun pada aktualnya tidak semua undangan bisa hadir. Walaupun begitu antusiasme para peserta dalam diskusi ini cukup tinggi, terlihat dari setiap kali Bp. Nur Hasyimi melemparkan sebuah pertanyaan tentang argumen, para peserta tidak sungkan-sungkan menanggapinya dengan pemikiran masing-masing.
Diskusi ini diawali dengan pembahasan bagaimana perspektif masyarakat tentang idealnya laki-laki dan idealnya perempuan. Pada umumnya seorang laki-laki yang ideal adalah mempunyai postur tubuh yang proporsinal, suka olah raga, berani, bisa berkelahi dan sebagai penguasa. Sebaliknya seorang perempuan idealnya mempunyai sifat pemalu, lemah lembut, sensitif, mengikuti laki-laki dan feminim. Inilah beberapa sifat yang dikatakan ideal pada diri laki-laki dan perempuan dalam pandangan masyarakat umum kita.
Implikasi adanya perspektif idealnya seorang laki-laki dan perempuan adalah bagaimana menyikapi dan menyelesaikan suatu permasalahan. Bila laki-laki umumnya (tidak semua) menyelesaikan masalah dengan berkelahi dan kekerasan, sedangkan perempuan dengan cara diam dan bersedih. Jika tidak seperti itu maka seorang laki-laki ataupun perempuan oleh lingkungannya terkadang dikatakan tidak ideal, tidak gentle dan tidak normal.
Relasi antara sifat-sifat ideal dalam mindset masyarakat dengan pacaran memberikan fenomena yang negatif dan merugikan. Beberapa hal yang sering kita dengar adalah kekerasan dalam pacaran, seperti kekerasan secara fisik ( misalnya pemukulan), kekerasan secara psikis (misalnya cemburu berlebihan,pembatasan diri oleh pasangan), kekerasan secara seksual ( misalnya memegang, mencium dst. ), dan kekerasan ekonomi (misalnya pemerasan uang dan barang). Adapun yang paling banyak menjadi korban kekerasan dalam pacaraan adalah perempuan.
Dari diskusi yang menarik ini kita dapat mengambil beberapa pemahaman bahwa pacaran tidaklah selamanya menyenangkan dan mengasyikan, tapi juga dapat memberikan dampak negatif. Bahkan tidak sedikit personal yang menjalani pacaran terampok masa depan dan cita-citanya seperti misalnya putus sekolah karena menikah muda, hamil di luar nikah, depresi, dan kehilangan tujuan hidup.
Solusi untuk mencegah adanya fenomena kekerasan dalam pacaran menurut Bp. Nur Hasyimi antara lain dengan kesepakatan pemahaman bahwa tidak dibenarkan kekerasan dalam pacaran apapun dalilnya. Adanya komunikasi dengan pasangan berkaitan hal-hal yang semaunya sendiri dan bila membutuhkan minta bantuan pihak ketiga ( keluarga , teman).
Endingnya, para peserta mengakhiri diskusi dengan membawa oleh-oleh wawasan baru dan melaksanakan sholat Ashar bersama.(YM/ASD)

comment 1 komentar:

Unknown on 3 Juli 2010 pukul 10.00 mengatakan...

Buat yang belum pacaran, mendingan jangan dech... rugi

Buat yang pacaran, ati2 yo kang-yu

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© KORAN NURMA | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger